Batasan Berekonomi dan Berbisnis Menurut Islam

Oleh:  Ustadz Dr. Ahmad Djalaluddin, Lc. MA.

Kapitalisme menganggap manusia sebagai homo economicus. Berbeda dengan ekonomi Islam yang menyatakan bahwa manusia adalah hamba Allah (al insan al `abid, homo islamicus). Perbedaan cara pandang tentang manusia ini sekilas tampak sederhana, akan tetapi sesungguhnya berimplikasi pada perilaku manusia, utamanya aktivitas ekonominya.

Homo economicus, oleh Adolp Lowe, dicirikan dengan beberapa hal berikut:
?self-interest (kepentingan diri) sebagai penggerak tindakan,
?self-centredness (keterpusatan diri) yang menyatakan bahwa diri yang paling paham hasrat dan keinginannya,
?kalkulasi rasional untuk mencapai kepentingan diri (efisiensi),
?utilitas atau kepuasan diri sebagai tujuan akhir yang mengerucut pada keuntungan material atau finansial.

Konsep ‘homo economicus` ini didasari oleh paham/ideologi individualisme yang menganggap bahwa individu merupakan pusat kehidupan. Masyarakat tidak penting, karena itu individu wajib diberi kebebasan.

Bagi Islam, manusia sejak dalam kandungan telah terikat oleh kontrak fitrah. Yaitu pengakuan sebagai hamba Allah yang akan mengabdi kepada-Nya. Dan bila sudah dewasa, sebagai hamba, manusia terikat dengan aturan-aturan penghambaan dalam semua aktifitasnya.

Sehingga dalam bidang ekonomi-bisnis, manusia tidak bisa mengatakan seperti ungkapan kaum Nabi Syuaib -`alaihi al salam, “kami berbuat apa yang kami kehendaki dengan harta kami” (Hud: 87)

Aturan dan batasan berekonomi-bisnis ditetapkan tidak hanya sebagai konsekwensi dari status manusia sebagai hamba, melainkan karena Islam juga melihat tabiat manusia. Manusia itu oleh Al Quran dan Al Sunnah dicirikan sebagai berikut:

Sangat cinta harta (Al `Adiyat: 8)

(وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ)

Tamak, dalam hadits muttafaq `alaihi disebutkan bahwa manusia itu meskipun sudah memiliki dua lembah emas, ia ingin ke tiga, dan seterusnya hingga mati.

(لو كان لابن آدم واديان من تراب لابتغى إليهما ثالثاً ولا يملأ جوف ابن آدم إلا التراب)

Cenderung kikir (Al Nisa`: 128)

(وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ)

Bila demikian tabiat manusia, tidak mungkin membiarkan manusia berekonomi-bisnis tanpa ikatan dan tanpa aturan. Karena itulah Islam hadir dengan aturan yang membatasi kebebasan, bukan aturan yang menjamin dan melindungi kebebasan mutlak bagi manusia.

Maka, Islam melarang riba, kedhaliman, penipuan, muharramat (komoditas haram), judi, dan hal-hal yang membahayakan kehidupan para hamba Allah -`azza wa jalla.

Wallahu a`lam bisshawab

Malang, 30 Rabiul Awal 1438H

You might like

About the Author: Administrator

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.