Antara Rezeki dan Dosa

Dr. H. Ahmad Djalaluddin, Lc., MA

Manusia diberi rizki oleh Allah –taala, meskipun ia kafir atau bergelimang dosa. Bahkan ‘tatkala para hamba itu melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, justru Allah –taala- membukakan semua pintu-pintu kesenangan…’ (QS. Al Anam: 44). Ibnu Hibban –rahimahullah- berpendapat bahwa dosa tidak menghalangi rizki bagi hamba, tapi berdampak pada mengeruhnya karunia.

Rizki itu pemberian. Dianugerahkan kepada siapa saja. Tapi, kadang pemberian yang diterima seorang hamba tidak diiringi oleh rahmat Allah. Sehingga apa yang diterima justru menjadi sebab jauhnya seorang hamba dari jalan hidayah. Siang dan malam mengejar harta, tapi setelah mendapatkan apa yang dikejarnya, harta itu habis untuk mengobati masalah diri dan keluarganya. Karunia minus rahmat.

Pemberian itu bila dicermati sisi lahiriahnya, boleh jadi bertambah. Pemiliknya merasa rizkinya tak terhalang meskipun ia menjadi durjana. Tapi, saat harta tak bisa mengantarkan kepada ketaatan, atau justru digunakan untuk bermaksiat, sungguh hakikatnya adalah rizkinya terhalang. Karena rizki itu modal untuk meraih karunia sejati: pahala dan surga. Modal (rizki) yang digunakan untuk ketaatan akan beruntung, tapi bila modal digunakan maksiat atau berbuat dhalim, maka bangkrut dan terhalang.

Ketaatan mengundang rizki dan kemaksitan menjauhkan karunia. Ibnu Hibban dalam Shahihnya meriwayatkan bahwa Tsauban –radliyallahu anhu- berkata Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Tidak menambah umur kecuali kebajikan, tidak menolak takdir kecuali doa, dan sungguh seorang hamba terhalang rizkinya disebabkan oleh dosa yang dilakukannya”.

Ibnu Abbas –radliyallahu anhuma- berpesan, “Hindari zina karena perbuatan itu mengundang 6 keburukan; tiga di dunia dan tiga di akhirat. Adapun keburukan di dunia bagi pezina adalah hilangnya wibawa, menghilangkan imunitas (mempercepat musnah), dan memutus rizki. Adapun tiga dampak buruk di akhhirat adalah murka Allah –taala, hisab yang buruk, dan kekal di neraka”.

Ibnu Qayyim al Jauziyah –rahimahullah- berkata bahwa dosa itu menghapus nikmat yang ada (al niam al haadlirah) dan memutus nikmat yang mengalir (al niam al waashilah). Beliau merasa heran kepada orang-orang yang memahami dan mengetahui hakikat ini: dosa menghalagi rizki. Mereka juga menyaksikan dampak yang dialami oleh orang lain dan peradaban lain yang musnah akibat kedhaliman dan kemaksiatan. Tapi, justru ia bergelimang dalam dosa, maksiat, dan kedhaliman. Seolah ia bagian dari pengecualian atau dikhususkan yang tak akan tersentuh oleh hukum ‘hirmanu al rizqi bi al maashi’ (terhalangnya rizki oleh maksiat). Sungguh suatu kebodohan dan kedhaliman pada diri yang nyata. Sebab hukum Allah –taala- berlaku bagi semua hamba.

اللَّهُمَ حَبَّبْ إِلَيْنَا الْإِيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوبِنَا، وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِينَ

“Ya Allah, jadikan kami mencintai keimanan. Jadikan keimanan itu indah di hati kami. Jadikan kami benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Dan jadikan kami orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus”. Amin

Wallahu alam bisshawab

?????????
Malang, 22 Jumadil Tsani 1439H

You might like

About the Author: Admin Web

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.