Mencintai Dunia Sewajarnya Akhirat Selamanya

Dunia, meskipun oleh Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dikatakan lebih buruk dari bangkai, tapi memiliki daya tarik. Bahkan daya tariknya disebut dalam hadits yang lain dengan istilah hulwah khadlirah, manis dan hijau (HR. Muslim).
Karena hulwah dan khadlirah, maka banyak yang menyintainya. Manis dan hijau mampu menutupi hakikat dunia yang buruk itu sehingga manusia sangat gandrung padanya (QS. Al ‘Adiyat: 8).

Al Qur’an mengakui bahwa cinta (isi) dunia itu lumrah, wajar, dan fitrawi. Tapi, Al Qur’an juga mengingatkan bahwa cinta yang tidak proporsional akan menjerumuskan. Karena itu cinta dunia ada yang positif dan ada yang negatif.

Cinta dunia yang positif oleh Sa’id bin Musayyib -rahimahullah, bila sang pecinta memahami apa yang harus dilakukan dengan dunia yang dimilikinya. Sebagaimana dikutip dalam Majmu’ Fatawa, Sa’id berkata, “Tak ada kebaikan pada diri orang yang tidak menyintai dunia (harta). Karena, ia bisa menyembah Rab-nya dengan hartanya. Ia bisa bisa menunaikan amanah dengan hartanya. Ia bisa bisa menjaga harga diri dengan hartanya. Dan ia bisa mandiri dengan harta yang dimilikinya.”

Akan tetapi, bila keliru dalam mengelola cinta dunia, maka akan bermasalah. Cinta dunia menjadi negatif. Bahkan dalam istilah Ibnu al Qayyim -rahimahullah- cinta dunia menjadi pangkal segala dosa dan merusak agama.

Mengapa negatif dan menjadi pangkal dosa?

Dalam ‘Uddatu al Shabirin disebutkan beberapa sebabnya:

Cinta dunia menghendaki mengagungkannya, padahal di sisi Allah -ta’ala- dunia itu tidak mulia. Mengagungkan apa yang direndahkan oleh Allah -ta’ala- adalah dosa.

Allah -ta’ala- melaknat dan membencinya, kecuali yang baik yang dianugerahkan-Nya. Bagi yang menyintai apa yang dilaknat oleh Allah akan berpotensi terfitnah dan terpedaya.

Menyintai dunia berakibat menjadikan dunia sebagai tujuan dan menjadikan amal yang seharusnya untuk Allah dan akhirat menjadi untuk dunia. Terbalik.

Cinta dunia seringkali menghalangi seseorang melakukan amalan-amalan yang bermanfaat bagi akhiratnya. Karena ia sibuk bersama yang ia cintai (dunia).

Cinta dunia akan menjadikan dunia sebagai ‘obsesi’ primer bagi si pecinta. Sehingga semua potensi dikerahkan untuk mengejarnya.

Pecinta dunia akan mengalahkan akhirat, lebih mengutamakan dunia. Maka, kata Ibnu al Qayyim, dia orang yang bodoh. Sebab, ia lebih mengejar fatamorgana dari pada akhirat yang sejati, yang hakiki, dan yang abadi.

Cinta dunia, positif dan negatif. Di mana posisi cintamu? Semoga positif.

 

Malang, 28 Jumadil Tsani 1439H

You might like

About the Author: Admin Web

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.